Mbah Madhuk, Tempat Dolan di Dusun Depok

09 Juli 2019 10:00:18 WIB

Dari namanya, ‘Mbah Madhuk’ terdengar seperti nama beken angkringan yang dipopulerkan oleh pengunjungnya dengan menyebut nama pemiliknya. Terbayang sudah wedang jahe, susu jahe, nasi kucing, dan gorengannya yang masih panas. Tapi, ‘Mbah Madhuk’ yang satu ini ternyata bukanlah nama angkringan melainkan dataran tinggi yang cukup lapang, berlokasi di perbatasan RT 03 dan RT 04 Dusun Depok, Gilangharjo, Pandak, Bantul, Yogyakarta. Lebih tepatnya lagi berada di atas tebing dekat jalan utama menuju Dusun Depok. Di tempat yang tinggi ini, dapat dilihat pemandangan sederhana daerah sekitar yaitu di sisi utara dan timurnya.

Asal-usul nama ‘Mbah Madhuk’ sendiri tidak lain diambil dari nama pemilik tanah dan penghuninya dahulu yaitu yang akrab dipanggil Mbah Madhuk. Beliau tinggal di tempat tersebut bersama keluarganya hingga beliau meninggal sekitar tahun ’90an. Sepeninggalnya beliau, rumah pun kemudian dirobohkan karena anggota keluarga yang lain memutuskan untuk tinggal di luar wilayah Dusun Depok. Warga sekitar— yang pemukimannya berjarak 50 meter dari lokasi ini, tetap menjulukinya dengan nama ‘Mbah Madhuk’, mengingat hanya Mbah Madhuklah yang menempati tanah ini. Sematan tersebut tetap eksis hingga sekarang.

Konon anak-anak kecil di Dusun Depok sering membuat-buat cerita tentang kejadian-kejadian misterius di area Mbah Madhuk. Ada yang pernah melihat penampakan istana di sana saat malam hari. Ada juga yang pernah mendengar ringkikan kuda. Beberapa diantara mereka berspekulasi bahwa ada harta karun yang terpendam di bawah sebuah tugu yang ada di sana. Padahal tugu  adalah Tugu Triangulasi. Tugu tersebut hanya punya fungsi sebatas patok saja, dimana sebagai pemetaan wilayah di waktu tertentu. Mungkin untuk topografi kewilayahan sangat berguna, namun untuk nilai sejarahnya tidak terlalu. Tugu triangulasi ini juga bertuliskan nama Topdam (Topografi Angkatan Darat) IV/Diponegoro. Nampaknya tugu tersebut diinventarisasi oleh Topdam yang bertugas menangani pembuatan maupun revisi peta wilayah, termasuk memelihara tugu triangulasi dan tugu batas.

Meninggalkan opini-opini di atas, tempat ini telah menjadi tempat ‘dolan’ dari generasi ke generasi warga sekitar yang dekat dan menyenangkan. Anak-anak khususnya, sering bermain beragam permainan seperti sepak bola, kasti, dan layang-layang. Tempat ini juga ditumbuhi banyak rerumputan sehingga banyak warga yang mencari rumput untuk ternaknya.

Saat bulan puasa tiba, tempat ini dikunjungi oleh anak-anak maupun remaja setempat, biasanya tiap Minggu pagi seusai menunaikan jamaah Shalat Subuh di masjid. Di sini, mereka sekadar menghirup udara pagi yang segar dan menanti matahari naik hingga memancarkan sinar hangatnya. Selain itu, tempat ini juga ramai dikunjungi ketika pohon duet/jamblang yang tumbuh di sana sini mulai berbuah. Baik anak-anak maupun remaja bebas memetik buahnya yang asam manis itu, langsung dari cabang-cabang rendah yang dapat diraih, atau memanjat pohonnya dan melahap buahnya di sana sambil duduk santai dan bersenda gurau dengan kawan.

Warga sekitar mengaku, selama ini Mbah Madhuk— yang pernah menjadi tempat mengungsi banyak orang akibat isu tsunami pada gempa dahsyat 2006, jarang dikenal dan dikunjungi oleh orang yang tinggal di luar Dusun Depok. Ada, namun hanya segelintir saja seperti rombongan yang hobi bersepeda naik pegunungan kemudian mampir sebentar sekadar melihat-lihat pemandangan sederhana di dataran tinggi ini. Warga ingin sekali mengembangkan tempat ini agar dapat dikenal publik, sebuah ittikad baik untuk mengembangkan desa. Mereka sudah setengah jalan mendirikan gardu pandang, namun karena tersangkut masalah perizinan dengan sang ahli waris tanah dan suatu hal lainnya, akhirnya pendirian gardu pandang tersebut pun mandeg. Semoga persoalan ini segera mendapat solusi sehingga pembangunan dapat diteruskan.  [rh]

Komentar atas Mbah Madhuk, Tempat Dolan di Dusun Depok

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Komentar
Isikan kode Captcha di atas