Tradisi Kenduri: Nasi Kenduri Boleh Berubah, Nilai-nilainya Jangan...

08 Februari 2020 12:43:16 WIB

Gilangharjo desa budaya. Kekayaan budayanya tersimpan dan lestari di 15 pedukuhannya. Gilangharjo juga mempertahankan aneka tradisi yang mengiringi kehidupan. Tradisi tak hanya dimaknai sebagai peninggalan leluhur semata, lebih dari itu, tradisi dimaknai sebagai sarana guyup rukun. Salah satu tradisi yang masih lestari di Gilangharjo hingga kini adalah kenduri, atau biasa disebut genduren.

Kenduri sejatinya berisi acara doa bersama meminta selamat kepada Tuhan Yang Maha Esa, disertai perjamuan makan dan pembagian makanan berupa nasi kenduri. Kenduri biasa digelar pada acara-acara hajatan, seperti pada acara ngunduh mantu (perkawinan), mitoni (tujuh bulanan), selapanan, nyadran, among-among, peringatan kematian, dan masih banyak lagi. Tujuan utama adanya kenduri adalah agar hajatan menjadi lancar, semua orang selamat, dan doa-doa yang diharapkan dapat mudah terkabulkan. Sementara tujuan lainnya adalah untuk merekatkan kerukunan dan persaudaraan orang satu kampung yang diundang dalam acara kenduri. 

Pada praktiknya, orang yang mempunyai hajat akan mengundang para laki-laki dewasa yang biasanya adalah kerabat, tetangga dekat, warga satu RT, atau warga satu pedukuhan untuk kenduri di rumahnya. Setelah para kerabat dan tetangga berkumpul, kepala agama (kaum rais/mbah kaum) akan memimpin doa bersama yang mana doa tersebut meminta kepada Tuhan agar hajat tuan rumah menjadi lancar dan doa-doanya dikabulkan. Usai doa bersama, tuan rumah akan menjamu para undangan dan dilanjutkan dengan pembagian nasi kenduri.

Dari tahun ke tahun, tradisi kenduri ini terus berjalan dengan esensi yang sama, yaitu doa bersama. Akan tetapi, ada satu bagian dari tradisi ini yang kian mengalami perubahan: nasi kenduri. Para generasi tua mengaku, pada zaman dahulu nasi kenduri berisi sajian makanan yang komplit, yang diolah dari dapur orang yang punya hajat sendiri. Nasi kenduri umumnya berisi nasi takir dengan suwiran ayam ingkung, sayur gudhangan, sayur kluwih (kothok), apem di atas ketan, kolak, lauk pauk, telur rebus, pisang, jajanan pasar, kerupuk dengan thontho dan gebingan, dan uang wajib 1000 rupiah yang dibungkus kertas. Semuanya ditata dalam wadah besek atau dibungkus dengan daun jati. Ada juga yang menggunakan wadah berbentuk sangkar yang dinamai panjang ilang.

Kini, masyarakat telah merubah nasi kenduri yang tadinya berisi makanan matang menjadi bahan makanan mentahan. Apalagi dalam acara kenduri peringatan kematian. Hanya beberapa makanan saja yang disajikan matang, seperti ketan-kolak-apem, sayur gudhangan, nasi takir dan ingkung. Selebihnya, besek berisikan beras, mie instan, telur mentah, tempe mentah, dan ditambah gula dan teh. Di beberapa pedukuhan, besek pun sudah tidak digunakan lagi untuk wadah nasi kenduri mentahan. Masyarakat banyak yang sudah menggunakan tas kenduri yang kini banyak dijual di pasaran, atau tas plastik sebagai gantinya.

Kendati perubahan itu hampir dilakukan oleh semua masyarakat, akan tetapi masyarakat tetap menjaga tradisi kenduri ini. Mereka tidak memandang apakah nasi kendurinya matang atau mentah. Mereka memandang dan meyakini bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam acara kenduri baik untuk kehidupan mereka. Dengan bersama-sama ikut mendoakan tetangga yang mempunyai hajatan atau selamatan, hubungan kekerabatan akan senantiasa terjaga dan kehidupan pun menjadi lebih tenteram. [rh]

Komentar atas Tradisi Kenduri: Nasi Kenduri Boleh Berubah, Nilai-nilainya Jangan...

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Komentar
Isikan kode Captcha di atas